Sore itu, aku berada dibawah purnama yang kusam. Aku gemetar, hati ku dikagetkan oleh rindu yang merona, pucat!
Di ujung langit senja, rindu itu mengalir dalam huruf-huruf yang kaku. Tak berhenti, tetapi tidak selaju awan-awan.
Aku tak melihat sesuatu pun, selain takut!
Mengapa engkau takut pada gelap?
Sementara kita bisa dipinjamkan sedikit waktu untuk menyalin cahaya?
Seperti udara, aku menghirup rindumu
Percakapan yang merobek-robek sukma
Menggelagat rindu itu terkoyak-koyak.
Sini, aku puisikan namamu
Kecewamu
Tawamu yang redup.
Kemarilah
Kita sulam rindu yang mulai kusam.