Virus Corona dan Posisi Persepsi Kita

Cara mengatasi rasa takut
Be Safe From Me
Ilustrasi covid-19 dari pixabay.com

Ada banyak tips dari para ahli mengenai bagaimana cara menghilangkan rasa takut. Asumsikan bahwa bagaimana jika segala kemungkinan buruk itu tidak terjadi? Inilah cara pertama dan yang utama sepanjang pengalaman saya.

Saya pernah dipanggil paksa oleh seseorang yang tubuhnya tiga kali lebih besar dari saya. Kerah baju saya dipegang dengan menggunakan tangan kanannya, diangkatnya hingga tepat berpapasan wajah kami. Tangan kirinya di arahkan ke bawah pinggang kirinya, kemungkinan mencari benda tajam. Saat wajah kami berhadap-hadapan, saya diminta untuk untuk menghentikan niat baik saya. Jika saya terus melanjutkan niat saya, maka saya akan diteror selama berada di wilayahnya.

Singkat cerita, niat baik saya dan semua prosesnya berjalan hingga selesai walaupun menyisakan gesekan yang tidak perlu. 

Dalam hidup ini, kita akan terus mengalami berbagai macam hal. Baik buruknya adalah satu hal, dan cara kita menanggapinya adalah hal lain. Kita akan mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat atau juga bukan orang lain mengenai niat baik kita, juga kita akan ditolak oleh orang lain bahkan bisa jadi datang dari kerabat kita. Persepsi kita menentukan bagaimana kita merespon semua itu. 

Acap kali kita diliputi oleh persepsi yang dangkal. Kita menjadi khawatir dan ketakutan. Ketakutan membuat pikiran kita menjadi krisis dan tumpul. Ketakutan juga akhirnya membatasi kita untuk membaca berbagai peluang yang memungkinkan. Ketakutan membawa kita ke dalam ranah segala kesulitan. Disana kita menjadi tidak berdaya, pesimistis dan gagap.

Mengapa kita sedemikian lebih berpeluang untuk takut?

Sebagaimana cerita di atas, ketakutan saya akan berhubungan dengan, misalnya saya akan akan sulit hidup di lingkungan itu karena akan terus menerus diteror, saya harus menghentikan niat baik saya karena jika tidak saya akan dibuntuti ancaman, saya harus mengikuti apa kata orang tersebut. Sebab jika tidak, saya semakin meninggalkan jejak amarah baginya dan kepada semua kolega dan relasinya. Lebih buruk lagi jika saya melanjutkan niat baik saya, bisa jadi saya ditonjok (bayangkan tangan kanannya mengangkat saya hingga wajah kami sejajar dan hmm.. dia sepertinya mengambil sesuatu dan itu menggelisahkan).

Ketakutan yang demikian ini membuat kita benar-benar nyaris kencing berdiri. Kita bisa jadi takut bukan karena akibat-akibatnya melainkan karena ketakutan itu sendiri. Kita panik, kita gemetaran dan tidak berdaya.

“Ketika kita berfokus pada segala kemungkinan yang tidak terjadi, itu lah yang disebut kekuatan.”

Persepsi kita menukik jauh dalam segala macam akibat buruk yang akan terjadi membuat kita menjadi takut dan menyerah terhadap tantangan atau rintangan yang seharusnya bisa kita lalui. 

Pada saat kerah baju saya diangkat disertai nada-nada ancaman itu, saya menyadari beberapa hal: bahwa bagaimana jika saya tidak dipukul hingga babak belur? Bagaimana jika saya akan baik-baik saja setelah proses atas semua niat baik ini dilalui? Bagaimana jika saya mengecewakan mereka yang mendukung niat baik saya? 

Bagaimana jika segala kemungkinan buruk itu tidak terjadi?

Keberanian adalah kemampuan membaca segala kemungkinan yang akan terjadi. Bahwa niat baik selalu menempuh jalannya. walau bagaimanapun rusaknya jalan tersebut. 

Apa yang terjadi jika tidak terjadi?

Memang, manakala kita membiasakan diri untuk tunduk pada segala ancaman, kita akan selalu bisa takut dalam segala hal. Sebaliknya jika kita mampu membiasakan pikiran kita untuk mempersepsikan segala kemungkinan terbaik, maka kita menjadi bisa menentukan berbagai alternatif sebagai kemungkinan terbaik atas semua situasi yang sulit.

Pertama dan terutama saat menghadapi situasi sulit dan kebiasan kita mempersepsikan akibat terburuk adalah mulailah dengan mengajukan suatu pertanyaan kritis yakni apa yang terjadi jika tidak terjadi?

Sebagai contoh, Anda sedang mengendarai kendaraan dan melintasi jalan terjal akibat badai besar yang baru saja menerjang di wilayah yang sedang anda lintas. Di ketinggian kira-kira 200 kaki tampak akan longsor. Anda tidak bisa mundur atau berhenti sejenak karena di belakang Anda terjadi antrian cukup panjang dan sedang terjadi badai. 

“Bagaimana jika tidak terjadi longsor?” Apa yang terjadi jika tidak terjadi longsor adalah keselamatan dalam perjalanan Anda. Apa yang terjadi berikutnya adalah kemampuan Anda melalui satu rintangan menuju rintangan berikutnya. Pada akhirnya setiap rintangan merupakan sesuatu yang dapat kita kenali, atasi dan lalui. Selalu begitu dan seterusnya.

Kenyataan-kenyataan yang mengerikan

Ketakutan kadang-kadang memang berbahaya dan membuat kita tidak manusiawi. Rasa takut, oleh karenanya merupakan satu kesatuan dari satu pengandaian terhadap pengandaian berikutnya: misalnya, apa yang terjadi jika sesuatu yang buruk terjadi. Apa yang terjadi jika terjadi longsor?

Masa-masa krisis global akibat pandemi virus corona ini memperlihatkan kepada kita bagaimana ketakutan itu bekerja dan beberapa bagian lain menunjukan kepada kita manusia kehilangan belas kasih alias tidak manusiawi.

Ada kasus dimana, keluarga korban Covid-19 ditakuti, dijauhi lalu dibuli di media sosial oleh tetangga sendiri atau masyarakat di sekitar dimana mereka tinggal, berdasarkan sumber berita Fajar Makassar. Kasus lainnya adalah warga yang hidup di sekitaran suatu tempat pemakaman umum menolak pemakaman korban meninggal akibat coronavirus, sebagaimana sumber berita dari Kompas

Lihatlah bagaimana ketakutan itu bekerja. Rasa takut memutus mata rantai solidaritas manusia. Rasa takut menodai kemuliaan manusia. Rasa takut juga bekerja dari letak persepsi yang buruk menuju keburukan yang belum memungkinkan.

Jadi, dalam segala situasi, janganlah membuka peluang kepada rasa takut untuk mengambil alih hidup Anda. Anda akan selesai! Sebab, ketika rasa takut itu menguasai, Anda akan benar-benar mengendali kan segala sesuatu dalam hidup Anda atas dasar rasa takut. Sungguh, Anda akan selesai di garis yang keliru. 

Bung Jhon

Author Bung Jhon

Saya adalah yang paling tahu siapa saya bahwa saya banyak tidak tahu.Sepanjang hidup, saya senang berfikir dan berefleksi di samping membaca. Anda tahu? saya menulis kemarin, minggu lalu, sebulan yang lalu dan setahun yang lalu; Saya baca hari ini: kini, saat ini, sekarang dan saya malu sekali. Saya malu karena tulisan saya datar, dan dangkal sekali maknanya.Saya tersadar: Bahwa menulis adalah seni mengungkapkan kebodohan.

More posts by Bung Jhon

Leave a Reply