Belajar itu Menyenangkan
Halo pembaca bungjhon.com, terimakasih telah setia menantikan artikel di blog ini. Sudah lama saya tidak menulis untuk Anda, dan kini saya menjumpai Anda dengan penuh kehangatan. Berikut ini saya menulis tentang belajar itu menyenangkan berdasarakan pengalam saya selama ini. Mari menikmatinya melalui beberapa bahasan di bawah ini: Inilah 3 alasan utama mengapa kita perlu belajar: kita sadar bahwa kita tidak tahu semuanya, kita ingin terus maju serta bertumbuh.
- Suatu pengantar
- Mengenal pengetahuan
- Apa itu belajar?
- Mengapa setiap orang perlu belajar?
Suatu pengantar
Baiklah mari kita melihat fakta ini, bahwa sebenarnya, kita telah belajar seumur hidup kita kita. Maksud saya, hingga hari ini kita telah melewati proses belajar dari hari ke hari. Namun belajar dalam konteks ini tidak teratur, tidak terkendali dan tidak terarah.
Seperti air mengalir, kita melalui begitu saja sepanjang hidup kita. Perubahan demi perubahan kita hadapi dan kadang kita mampu beradaptasi, ada waktunya kita gagal mengambil posisi yang tepat dalam arus kencang perubahan.
Dengen demikian, belajar yang teratur, terkendali dan terarah adalah aktivitas yang mengikuti proses atau pola-pola tertentu, saya menyebutnya taat proses. Bahwa belajar harus teratur, terkendali dan terarah supaya tidak seperti air yang mengalir begitu saja, bisa kita salurkan ke bagian-bagian yang membutuhkan percikan air. Di artikel ini kita akan pelajari lebih lanjut 3 alasan mengapa kita perlu belajar.
Mengenal pengetahuan
Jadi, bagaimana kita akan mengenal pengetahuan?
Bahwa semua manusia punya kesadaran. Kesadaran membuat pengetahuan manusia mampu digerakan untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang diketahui.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Bagi Socrates, seseorang hanya akan melakukan sesuatu yang ia ketahui. Jadi, ketika seseorang malas-malasan, tidak memperhatikan produktivitas, suka bersikap bos – ngebos – ini menunjukan bahwa itulah yang ia ketahui.
Pengetahuan tidak jatuh dari langit lalu menggelegar di hadapan manusia. Manusia harus mengusahakan-nya dan butuh proses. Kesadaran manusia untuk mengusahakan – inilah yang disebut sebagai belajar.
Apa itu belajar?
Menurut wikipedia belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. (Wikipedia: 2021)
Jadi, belajar adalah upaya sadar dari tidak tahu menjadi tahu. Seumpama seseorang yang sementara diliputi kegelapan namun secara sadar berjalan dari gelap itu untuk mencari dan menuju cahaya.
Sebaiknya diingat bahwa mencapai cahaya bukanlah tujuan dari belajar. Cahaya bukanlah akhir dari pencarian manusia dalam gelap. Mencapai cahaya hanyalah alat. Adalah perangkat yang akan menggerakan manusia untuk memberikan cahaya, menerangi, menghangatkan, membakar semak-belukar kegelapan yang tersisa. Setiap orang yang belajar pada akhirnya akan bercahaya.
Hal ini memberi kita gambarang yang jelas bahwa seorang pembelajar pada akhirnya akan mampu menunjukan cahayanya. Kemampuan memberikan cahaya ini dianggap konsekuensi logis dari upaya sadar untuk berjalan keluar dari gelap ke terang. Sebab, setiap orang mampu melihat sesuatu di dalam terang. Sementara di dalam gelap, segala sesuatu tidak ada artinya, bahkan, bisa jadi manusia itu sendiri.
Mengapa perlu belajar?
Berdasarkan pengertian sebelumnya, belajar sebenarnya menjadi suatu aktivitas yang unik dan karenanya dibutuhkan oleh manusia. Ibarat terowongan panjang yang tiada ujung, gelap dan ngengap, demikianlah hidup manusia jika tanpa aktivitas belajar. Hidup yang demikian itu bukanlah hidup manusia sungguhan.
Demikian hal itu mengingatkan kita pada sabda Buya Hamka, “kalau hidup sekedar hidup, babi dihutan juga hidup.” Maka menjadi penjaga kesadaran manusia bahwa hidup manusia harus jauh berbeda dari hidup yang dijalani binatang.
Induk tikus mengajari anak-anaknya untuk bertahan hidup dengan menggali lubang, mencari makan, mencium tanda-tanda kucing ganas dan jika ditemukannya, hanya ada satu perintah yaitu lari sejauh-jauhnya, bersembunyi sedalam-dalamnya melalui lubang yang telah digali, tetap di sana hingga waktu yang tidak ditentukan.
Dari dunia tikus (binatang) kita belajar makna tentang hidup sekedar hidup. Belajar tidak lebih adalah hanya untuk kelangsungan hidup semata, tanpa makna, tanpa tujuan dan kehilangan kesejatian yaitu mengetahui sesuatu sebagai suatu kesadaran, sebagai alat untuk melakukan sesuatu yang lebih besar dalam hidup dan kehidupan itu sendiri.
Dengan demikian, kita tidak pernah mendengar cerita bahwa pernah dalam suatu masa, bangsa tikus menyerang habis-habisan kerajaan kucing hingga runtuh dan tidak ada lagi cerita-cerita tentang penindasan kucing terhadap tikus dan tikus tidak pernah lagi hidup dalam bayang-bayang kucing garong.
Tidak pernah ada kisah semacam itu. Mengapa tidak pernah ada? Mengapa bangsa Tikus tidak perna melakukan perlawanan? Mengapa kucing masih menjadi ancaman atas kehidupan kucing? Jelas, bahwa Inilah akibat dari hidup sekedar hidup, belajar tanpa menyatu dengan kesejatiannya, yaitu suatu proses sadar dari tidak tahu ke suatu pengetahuan, dari suatu kesadaran ke kesadaran lainnya, dari tingkatan tertentu ke tingkatan berikutnya.
Manusia yang hidup dalam makna yang dalam – tidak sekedarnya, menempuh proses belajar sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan. Mengapa belajar menjadi begitu penting karena setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri untuk sukses dan menjadi orang yang berguna.
Catat! 3 alasan berikut ini menjadi palu godam kesadaran mengapa manusia perlu belajar:
Bertumbuh atau punah
Setiap kali kamu bangun pagi, kamu selalu memiliki kesempatan kedua untuk memilih yang terbaik, membuat dirimu bertumbuh. Satu-satunya yang membatasi kesempatanmu adalah dirimu sendiri! Lakukan sesuatu, mumpung hari ini belum berakhir!
Manusia adalah makhluk yang umumnya tidak begitu saja menerima kondisi hidup tertentu. Dengan kemampuan menalar (satu kemampuan yang sesungguhnya tidak dimiliki binatang), manusia adalah makhluk waras yang tidak benar-benar mengalami jalan buntu kehidupan. Dengan nalarnya, manusia tidak benar-benar takut pada ancaman bahkan bencana yang memusnahkan sekalipun.
Sebab manusia selalu menemukan jalan keluar untuk bangkit dan bertumbuh lebih kuat, atau minimal tidak punah sama sekali. Sejarah hidup manusia telah meriwayatkan berbagai upaya manusia untuk bertumbuh seiring dengan perkembangan zaman. Misalnya manusia pada masa berburu dan meramu, untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya, mereka harus hidup secara nomaden (berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk mencari makanan), atau supaya lebih kuat menghadapi ancaman, mereka secara sadar untuk hidup berkelompok.
Kini, ancaman kepunahan manusia bukan hanya bencana alam atau binatang liar. Ancamanan kepunahan dimaksud adalah perihal perjuangan dan persaingan dalam hidup. Ancaman kepunahan itu berbentuk mager, rebahan, manja. Lebih jauh lagi adalah menganggap kemampuan yang dimiliki saat ini sudah cukup dan sudah merasa pandai.
Oleh karena itu, belajar perlu dimaknai sebagai pintu masuk ke dalam semua bentuk kesuksesan dalam hidup ini. Sebab, benih-benih yang tumbuh dan akhirnya berbuah adalah telah melewati perjuangan hidup mati di dalam tanah. Mereka tidak menyerah. Mereka tidak ingin punah. Mereka tumbuh dan memberi makna pada kehidupan.
Sekarang giliran kamu, Bung!
2. Maju atau tertinggal
Hantaman kemajuan peradaban itu nyata. Mereka yang menganggap segala kemampuan merupakan kepastian dari langit dan bukan semata-mata karena taat pada proses belajar disebut pemilik fixed mindset. Bahaya fixed mindset adalah membatasi diri dengan persepsi yang keliru tentang dunia luar dengan segala dinamikanya.
Seperti ulasan dari IDN TIMES, menyebutkan ada 6 kerugian bagi pemilik fixed mindset yakni:
Pertama, selalu percaya diri hebat, dan selalu ingin terlihat hebat.
Kedua, menghindari tantangan dan hanya ingin mengerjakan apa yang dikuasai.
Ketiga, menilai kritik sebagai respon negatif,
Keempat, menganggap pencapaian orang lain sebagai ancaman,
Kelima, lebih suka yang instan dan tidak ingin terlibat dalam proses tertentu, dan
Keenam, menganggap kegagalan sebagai hal yang mutlak dan tidak ingin mencoba kembali.
Apakah orang dengan fixed mindset tidak belajar? Tidak. Mereka belajar tetapi tidak dalam pola-pola tertentu, tidak dalam kendali dan tanpa arah. Padahal, peradaban dunia berkembang begitu cepat, membutuhkan kesiapan dan setiap orang harus telaten dalam setiap proses belajar yang dilalui.
Akhirnya, untuk memaknai manusia sebagai makhluk bernalar, setiap orang harus memiliki kesadaran untuk mendorong dirinya sendiri agar terbuka terhadap kemajuan dan segala kemungkinan pengetahuan yang berkembang dari waktu ke waktu.
3. Kita tidak tahu semuanya
Dalam usaha mencari tahu, Socrates – sang filsuf yang mati melalui hukuman pengadilan, – menyimpulkan bahwa saya tidak tahu apa-apa. Kerendahan hati Socrates ini menunjukan betapa dalamnya pengetahuan dan kebijaksanaannya.
Bagaimanakah saya dapat menjelaska pernyataan ini?
Begini, kuliah itu terbatas waktunya. Tetapi belajar seharusnya berlangsung seumur hidup, karena kita semua memiliki kesempatan yang sama untuk belajar setiap hari.
Saya sadar satu hal setelah keluar dari pendidikan formal yang kaku bahwa selama kuliah, saya tidak memanfaatkan waktu saya dengan baik untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
Saya terlalu sering membuang-buang waktu untuk hal-hal yang dangkal, tidak bermakna dan lebih menunjukan fixed mindset. Padahal saya cukup ‘berkeringat’ selama di kampus. Bahwa cukup banyak buku saya beli dan berada dalam lingkungan dengan aktor-aktor yang menyukai buku, kajian, diskusi dan dunia kepenulisan.
Selepas wisuda, saya mendapatkan kepercayaan menjadi bagian dari Badan Pengurus Cabang GMKI Makassar. Kesempatan ini saya manfaatkan dengan baik yaitu menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan menghadiri berbagai diskusi dan pelatihan.
***
Bahwa mengapa saya harus belajar lebih giat lagi? karena memang saya tidak tahu semuanya. Semakin saya menemukan bacaan yang tepat dan kawan berpikir yang dalam, disitu saya menyadari bahwa ‘loh, selama ini saya ngapain, saya dimana, saya belajar apa saja. Loh, ini kenapa saya belum tahu, kenapa buku bagus itu saya baru tahu, kenapa pikiran-pikiran yang terbuka dan matang ini baru saya dengar.’
Saya tertegun, sedih dan sadar bahwa proses saya belum cukup baik, saya masih berkutat dengan lingkaran yang kecil, dangkal dan tidak lebih baik dari lingkungan dengan open minded atau orang-orang dengan growth mindset.
Akhirnya, walaupun sudah banyak hal yang saya lalui, saya tidak mengetahui semuanya. Saya tidak tuntas dalam semua proses. Karenanya saya tidak lebih baik dari orang lain. Cahaya saya masih redup. Saya banyak tidak tahu!
Dengan demikianlah saya melatih diri saya untuk berusaha menyukai belajar, taat pada proses dan terbuka terhadap segala kemungkinan pengetahuan baru dengan berbagai tantangannya.
Kesimpulan
Sekarang waktunya mengevaluasi proses belajar kita masing-masing. Mengapa kita mempelajari sesuatu hari ini atau mengapa Anda membaca bungjhon.com, mengapa kita ada disini, mengapa kita berproses disini, apakah kita sudah menyukai belajar? apakah saat ini kita terlibat dalam berbagai aktivitas dengan emosi positif dan terus secara sadar mengembangkan diri atau malah sebaliknya?
Belajar memang menyenangkan bagi mereka yang mengetahui alasan mengapa mereka perlu belajar, mengapa mereka ada disini, dan menjadi bagian dari suatu proses tertentu. Belajar akan sungguh-sungguh membosankan dan ujungnya adalah melelahkan pikiran dan emosi bagi mereka yang belajar dengan terpaksa, tidak taat pada proses dan menyukai hasil yang serba gampang.
Nah, cukup dulu pembahasan mengenai belajar itu menyenangkan. Kesempatan selanjutnya saya akan membahas syarat-syarat menjadi pembelajar, prinsip-prinsip belajar, menemukan tempat belajar yang tepat dan bagaimana membentuk kebiasaan belajar yang menyenangkan.
Sampai disini, bagaimana menurut Anda tentang topik ini? silahkan berpendapat melalui kolom komentar dan segeralah bagikan kepada rekan-rekan Anda dimanapun mereka berada.
Terimakasih telah membaca sampai disini. Ingatlah! membaca berarti membangunkan sisi pikiran kita yang tertidur, dan mengingatkan kita sekali lagi bahwa kita memang banyak tidak tahu!.
Wahh., Super sekali..
Terimakasih banyak mas jhon, saya sangat banyak mendapatkan insight tentang longlearn life. Selalu semangat berbagi kebaikan mas jhon.
Ditunggu kelanjutan pembahasan tentang prinsip, syarat, menemukan tempat untuk belajar dan membuat kebiasaan belajar yang menyenangkan.
Salam hangat dari surakarta, jawa tengah mas jhon ^^
Terimakaih atas responnya mas Hanriz…
Kita sama-sama terus belajar untuk bisa memberi makna pada hidup dan kehidupan.
Siap mas, segera kelanjutannya akan saya update.
Sehat selalu ya. Semoga kapan-kapan kita bisa ngopi darat.
Terima kasih tulisannya. Sangat membantu memahami konsep belajar. Ditunggu kelanjutannya👍
Siap Kak…
Terimakasih.
Saya banyak tidak tahu tentang belajar, akan tetapi saya banyak sekali lupa tentang pembelajaran selama saya masih hidup dan disekitar kita belajar adalah hidup. Akan tetapi belajar cuma sebatas wajar dalam berkomunikasi atau belajar itu sendiri.
Jadi kesimpulan, belajar itu membaca, terbatas balasan ataupun komentar, dan bisa saja akan menjadi membosankan dan pikiran ke pikiran lainnya.
Dan pada saat saya membaca sampai kebawah saya jadi terbuka pikiran, tapi saya belum tahu apakah saya open or close minded or mindset.
Jadi saya mengucapkan terima kasih bang john yang telah share pengetahuan mengenai belajar dari kuliah sampe sekarang kerja.