Hari ini saya melihat ke arah jalan depan kantor dengan ‘mata tajam’. Ada orang yang jalan kaki. Ada yang berkendaraan. Ada yang sedang melayani pelanggan (penjual siomay). Yang lain duduk termangu. Lainnya berjalan dengan kepala tertunduk. Sisanya berjalan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.

Mereka menyaksikan beberapa bola keringat yang jatuh dengan ikhlas.  Mereka melipur lara dengan cita. Mereka kecewa; Mereka tersudut dibawah atap langit kota yang luas; Mereka tersisih dari dari keberuntungan. Mereka lelah.

Saya melihat ada air mata yang tertahan. Ada harapan yang masih belum tuntas dipercakapkan dirumah. Ada lara yang belum selesai dibalut ceriah. Separuh hari berlalu dalam gelisah. Tapi hari tetaplah hari. Matahari akan terus ada tetapi tidak untuk sepanjang hari. Hidup harus dilanjutkan. Mereka berjuang lagi.

 

Beberapa menit kemudian, saya jumpai cangkir kopi buatan tangan saya sudah kosong. Saya kembali melihat dengan tajamnya. Saya melihat hingga kedalaman diriku. Ada ‘sesutu’ yang hilang di dalamku. Saya kosong, sama kosongnya dengan cangkir itu.

Saya adalah orang-orang yang berada di seberang jalan depan kantor.  Saya berjumpa dengan diriku dalam perenungan itu, lelah. Seperti mereka, saya lelah. Siapakah saya ini? Mengapa berada disana dan disini? Untuk apa dan kepada siapa pula? Pertanyaan ini terlontar mewakili gejolak hidup dan kehidupan yang tampak suram, kabur, kusam dan kasar.

Oh. Saya sekosong itu. Sesuatu yang hilang itu, menambah lebatnya kekurangan didalamku. Kekurangan ini, mengurangi keberungtungan orang-orang lain.

Hingga hari ini, saya hanya bisa berterima kasih. Jika hidup ini panjang, saya akan mengembalikannya sebagai tanda betapa saya cinta akan kehidupan. Saya dikuatkan oleh air mata yang ringan. Saya disadarkan kembali bahwa langkah kaki tidak seringan angin.

Bung Jhon

Author Bung Jhon

Saya adalah yang paling tahu siapa saya bahwa saya banyak tidak tahu. Sepanjang hidup, saya senang berfikir dan berefleksi di samping membaca. Anda tahu? saya menulis kemarin, minggu lalu, sebulan yang lalu dan setahun yang lalu; Saya baca hari ini: kini, saat ini, sekarang dan saya malu sekali. Saya malu karena tulisan saya datar, dan dangkal sekali maknanya. Saya tersadar: Bahwa menulis adalah seni mengungkapkan kebodohan.

More posts by Bung Jhon

Leave a Reply