“Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia,” Apakah yang dimaksud Bung Karno ketika berpidato demikian?

Merial Institute mempublikasikan hasil kajian pembangunan kepemudaan nasional 2017. Jumlah golongan muda Indonesia meningkat. “Pada tahun 2016 data BPS mencatat bahwa jumlah pemuda Indonesia mencapai 62.061.400 jiwa. Detik.Com, Rabu (25/10/2017). Luar biasa banyaknya.

Menelisik jauh kedalam makna ‘Sepuluh Pemuda’ berarti berdialog dan terus bertutur dengan diri sendiri; siapakah kita ini? Berani sekali menyebut diri pemuda! Kalau toh kita mengakui diri sebagai pemuda, Substansi kepemudaan kita, apa? Jangan sampai kita adalah pemuda di dalam angka-angka (16-30 tahun). Hanya itu.

Sumpah Pemuda diperingati oleh berbagai organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan diseluruh tempat di Indonesia. Berbagai macam tema mengkilap di dinding-dinding ruang diskusi; Akan tetapi tidak sedikit yang sekedar melakukan ritus-ritus demikian untuk menegaskan bahwa ‘mereka’ ada.

Salah satu ciri manusia yang membedakannya dengan hewan adalah kemampuan berpikir antisipatif. Manusia yang dengan sadarnya, menjajaki suatu fase kehidupan yang berkaitan erat dengan semangat jiwanya.

Berkaitan dengan jiwa kepemudaan, diluar sana ada jiwa-jiwa yang labil; Ada jiwa yang sedang mencari sari pati dirinya; Pula ada jiwa yang bercengkrama didalam tempurung. Ya, tempurung itu suatu ruang yang sempit, ruang yang tertutup secara horizontal, ruang yang menghambat jiwa kepemudaan itu dalam upaya keluasan cara pandang dan kecerahannya.

Demikianlah jiwa itu melayang dalam tempurung yang menjadikannya dangkal. Dangkal berpikir sedalamnya (ekslusifi). Dangkal berencana. Dangkal berekspresi tentang kemanusiaan. Dangkal lah pikiran yang menjadikannya tidak antisipatif.

Pengetahuan menjadi amburadul! Tidak stabil; Dengannya ia membuang ludah. Ludah yang tidak antisipatif. Yang menjadikannya inkonsistensi; darinya, ia mencari-cari ludah yang sudah mengering. Dan menjilatnya. Esok dan keesokannya lagi, kita tentu mendapati segerombolan masyarakat tanpa arah, dangkal, dan labil yang terkurung dalam tempurung!

Kesadaran

Jiwa sebagai kesadaran dipahami sebagai pengetahuan yang dapat dimiliki secara bersama-sama; kesadaran-diri dan kesadaran akan pihak lain. Bahwa jiwa manusia pun ikut bertumbuh seiring usia terus berlanjut.

Kiranya orang tidak pernah mempunyai pengalaman mengenai suatu satuan seperti diri/aku, meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa orang tidak mengetahui akan adanya diri/aku. Dalam artian, mengalami suatu rasa (pahit, manis, kecut, asam) berbeda dengan menginsyafi atau menyadari adanya pengalaman tersebut. Dengan demikian sadar diri berarti mengetahui adanya pengalaman. Kesadaran senantiasa adalah kesadaran akan sesuatu. Lantas kesadaran diri kita sebagai pemuda dalam ikrar sumpah pemuda itu apa?

Betapa sedikitnya yang kita ketahui.
Kita tidak tahu; Berpikir saja kita tidak jujur (tidak jujur sejak di dalam pikiran). Menjadi diri sendiri adalah titik terakhir manusia itu akan kembali menghadap dirinya (baca: kenali lah dirimu sendiri).

Tidak berarti menjadi diri sendiri adalah menjadi bodoh, penuh benci, tamak dan ambisi; tidaklah berarti menjadi diri sendiri adalah menang sendiri, “aku-duluan”, saya harus didengar, mengasihi semua mahluk secara tidak merata dan tidak memihak. Itu bukanlah diri. Sekali lagi diri tidak lah demikian.

Menjadi diri sendiri seperti di atas itulah yang jika diinsyafi maka inilah awal mula peradaban manusia (pemuda) bergerak dari dari titik kemanusiaan menuju binatang (kekanak-kanakan).

Kenali lah dirimu sendiri. Bahwa kenali diri sendiri berarti sadar akan kedirian. Satuan yang mempunyai Kualitas yang khas; kejujuran, martabat, kecerdasan & Kepribadian.

Jujur sejak di dalam pikiran berarti menerima (membuka pikiran terhadap) satuan yang mempunyai kualitas yang khas itu. Ia tidak tertutup terhadap transformasi nilai (proses terjadinya segala sesuatu yang berguna bagi kemanusiaan).

Jujur sejak di dalam pikiran berarti melawan prinsip; “Biar dia tamak, serakah, bebal, chauvanis, primordialis, yang penting dia adalah saudara saya, seagama dengan saya, sekampung dengan saya, satu suku dengan saya; saya akan menjadikan ia sebagai “a” atau “b” untuk mengurus kemuliaan umat dan Tuhannya.

Kita harus bagaimana? Sudahkah kita jujur dan adil dalam mengurus organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan yang kita elu-elukan? Sudahkah kita mengasihi semua mahluk (organ kepemudaan dan kemahasiswaan) secara merata dan memihak?

Bung Jhon

Author Bung Jhon

Saya adalah yang paling tahu siapa saya bahwa saya banyak tidak tahu. Sepanjang hidup, saya senang berfikir dan berefleksi di samping membaca. Anda tahu? saya menulis kemarin, minggu lalu, sebulan yang lalu dan setahun yang lalu; Saya baca hari ini: kini, saat ini, sekarang dan saya malu sekali. Saya malu karena tulisan saya datar, dan dangkal sekali maknanya. Saya tersadar: Bahwa menulis adalah seni mengungkapkan kebodohan.

More posts by Bung Jhon

Leave a Reply