Dalam perjuangan hidup, kita diperhadapkan oleh prestasi, kegagalan, kekecewaan dan hal-hal menyakitkan lainnya.

Kita juga terlibat dalam berbagai perjumpaan. Kita selalu berharap menemukan apa yang ingin kita temukan dalam setiap pertemuan. Kita tertipu oleh pandangan yang mengubah persepsi kita akan sesuatu.

Kita seringkali tidak melihat kebenaran, melainkan melihat apa yang ingin kita lihat. Hal ini berkaitan dengan, misalnya kita berharap orang yang akan kita jumpai adalah orang yang ramah, sedikit bicara dan lebih banyak mendengarkan. Ternyata sebaliknya. Kita kesal karena lupa ternyata sangat manusiawi bahwasanya hasrat manusia adalah ingin menguasai segala sesuatu yang ia hadapi.

***

Di dalam mata kita, ada hitam dan putih: kita memandang sesuatu dan mengerti bahwa sesuatu itu hitam karena pantulan mata kita yang terpola dengan hitam: sebaliknya kita mengerti sesuatu yang lain sebagai putih karena pantulan mata kita yang bersudut putih.

Dalam diri, ada kuasa baik dan buruk: manakala kebaikan menguasai maka ada kecenderungan diri memasuki ruang-ruang kebaikan lalu memancarkan cahayanya – sebaliknya pun demikian.

Mengapa kita mudah menerka dan mengklaim aktivitas orang-orang lain sebagai bentuk kejahatan? Padahal belum tentu seperti itu! Karena kita mengerti sesuatu (suatu aktivitas) sebagai jahat/hitam dalam pantulan mata kita yang berpolah hitam.

Persepsi kita juga seluruhnya dikendalikan oleh pandangan kita hingga sering sekali kita tidak mendengarkan kebenaran, melainkan mendengarkan apa yang ingin kita dengarkan.

Pandangan kita tentang si Pulan akan menguasai kita dan menekuk kita untuk bersikap kepadanya berdasarkan pandangan kita.

***

Anda tahu? Berapa kali Anda menolak untuk hadir dalam suatu pertemuan, atau mendengarkan pidato secara langsung dalam kesempatan lain, atau bahkan mengganti channel TV rumah Anda hanya karena yang sedang berpidato adalah orang yang Anda benci?, karena pikiran dan keseluruhan hidup Anda telah terpola oleh pandangan mengenai orang tersebut bahwa orang tersebut tidak layak didengarkan.

Banyak fakta dalam kehidupan sehari-hari telah menegur kita. Apa daya, persepsi kita telah terkendali untuk hasratnya sendiri. Apa yang kita cari adalah apa yang kita lihat: apa yang kita ilhami adalah apa yang ingin kita dengar. Itulah mengapa Buddha mengajarkan bahwa bahkan persepsi kita yang paling polos pun telah terkondisi. Bahkan apa yang kita dengar – atau apa yang kita pilih untuk dengar – apa yang kita pilih untuk lihat, rasakan, telah tersaring oleh pengondisian kita sebelumnya, oleh kelekatan, oleh nafsu, oleh hasrat kita.

***

Mengenai Ingatan yang Terkondisi

Dunia ini memang sempit, sesempit kita mengenali diri. Ia menjadi luas sekali sebagaimana kita mengenali diri secara dalam.

Benar bahwa secara manusiawi, kita cenderung sedikit mengingat kebaikan tetapi lebih banyak mengingat keburukan.

Kita mendengar fatwa orang-orang yang kita tuakan dan terus menginspirasi. Apa yang kita dengar adalah mengenai, katakanlah gelapnya komunisme dan kutukan bertubi-tubi kepada kaum kapitalis. Komunis dan si kapitalis adalah iblis yang menyerupai sistem bahkan sesosok manusia.

Kita juga membaca peristiwa masa lalu atau situasi sosial politik yang mencekam; merobek-robek keyakinan, kita tergugat oleh kata-kata yang tidak lembut.

Apa yang kita dengar dan kita baca adalah titik dimana ingatan kita berdiri tegak: Seorang tokoh komunis yang membantai sesama manusia, seorang politisi yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan, dengan jalan merobek-robek keyakinan kita. Ingatan kita terkondisi disini.

Akibatnya, dengan ingatan ini, katakanlah si komunis dengan pakaian lusuh berada di akar rumput dan ikut serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rekan-rekannya sebagai manusia, akan tetap dipandang sebagai bukan sikap dan tindakan yang mulia. Sebab ia komunis.

Begitu juga, si tokoh yang merobek-robek keyakinan tadi, apapun yang dipercakapkan, walaupun adalah suatu fakta dan atau suatu petuah tentang jalan kebajikan, siapa yang akan mendengarkan? Telinga kita telah dikondisikan oleh ingatan kita tentang sesosok tersebut. Telinga dan mata kita menjadi sampah dimana emas-emas itu dibuang. Demikianlah emas tersebut tetap berkilau disana.

Bung Jhon

Author Bung Jhon

Saya adalah yang paling tahu siapa saya bahwa saya banyak tidak tahu.Sepanjang hidup, saya senang berfikir dan berefleksi di samping membaca. Anda tahu? saya menulis kemarin, minggu lalu, sebulan yang lalu dan setahun yang lalu; Saya baca hari ini: kini, saat ini, sekarang dan saya malu sekali. Saya malu karena tulisan saya datar, dan dangkal sekali maknanya.Saya tersadar: Bahwa menulis adalah seni mengungkapkan kebodohan.

More posts by Bung Jhon

Join the discussion 2 Comments

  • Pikiran kita telah membentuk kepribadian orang lain. Menurut saya dia baik tetapi menurut anda dia jahat. Tergantung referensi yang kita punya. Atau kita berada dikelompok yang mana hahaha …

    • Avatar Bung Jhon says:

      Right Sir.

      Akibat yang ditimbulkannya sungguh merobek-robek relasi antar manusia. Hanyalah pikiran komprehensif dan holistik sebagai jalan bahwa kebenaran bisa datang dari siapa saja.

Leave a Reply